Bahaya Mengumbar Aurat
BAHAYA MENGUMBAR AURAT
Oleh
Ustadz Musyafa Ad-Dariny MA
Agama Islam, agama yang memuliakan manusia. Pemuliaan itu tercermin dalam seluruh ajaran-ajarannya. Diantara contoh kecilnya adalah perintah menutup aurat, yang disebutkan oleh Allâh Azza wa Jalla sebagai tindakan menghias diri. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasan kalian pada setiap (memasuki) masjid ! [al-A’râf/7:31]
Yang dimaksud dengan ‘perhiasan‘ dalam ayat ini adalah pakaian yang menutupi aurat, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu, Mujâhid rahimahullah dan yang lainnya.[1]
Sungguh pakaian merupakan penghias bagi manusia. Ia juga merupakan tanda kemajuan sebuah peradaban, tingginya kemuliaan serta lambang kesopanan. Sebaliknya ‘tak berpakaian’ merupakan salah satu indikasi budaya masyarakat primitif, tanda kehinaan serta merosotnya derajat manusia hingga serendah hewan atau bahkan lebih hina darinya.
Oleh karenanya, setan selalu menggoda manusia agar menanggalkan pakaian, penutup auratnya, sementara Allâh Azza wa Jalla mewanti-wanti agar manusia tidak tertipu dengan godaan syaitan. Renungkanlah firman-Nya :
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا
Wahai anak cucu Adam ! Janganlah kalian tertipu oleh setan ! sebagaimana dia telah mengeluarkan ibu bapak kalian dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya.[al-A’râf/7:27]
Dan disamping Islam memberikan perintah menutup aurat, Islam juga mengeluarkan larangan membuka aurat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّا نُهِيْنَا أَنْ تُرَى عَوْرَاتُنَا
Sesungguhnya kami dilarang bila aurat kami terlihat.[2]
Dari uraian diatas, kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa Islam memerintahkan menutup aurat, dan melarang mengumbarnya. Dan yang perlu dicamkan yaitu tidaklah Islam memerintahkan sesuatu melainkan pasti ada bahaya bila perintah itu ditinggalkan, sebaliknya Islam tidak akan melarang dari sesuatu melainkan karena ada bahaya bila dilakukan.
Begitu pula dalam tindakan mengumbar aurat atau tidak menutupnya, terdapat banyak sekali bahaya yang ditimbulkannya, baik bahaya yang dirasakan di dunia ini maupun bahaya yang akan dirasakan di akhirat nanti, baik bahaya tersebut hanya berdampak pada individu pelakunya atau bahaya menjalar ke anggota masyarakat luas.
Diantara bahaya-bahaya tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kanker Kulit Melanoma
Sebuah majalah kesehatan dari Inggris menyebutkan, bahwa kanker mematikan ‘melanoma’ yang merupakan jenis kanker yang dulu paling jarang ditemukan, sekarang jumlahnya terus bertambah di kalangan pemudi pada usia dini, dan sebab utama menyebarnya kanker ini adalah mewabahnya pakaian-pakaian mini yang menjadikan para wanita terpapar oleh radiasi matahari dalam waktu panjang selama bertahun-tahun, dan stoking yang tranparan tidak dapat melindungi kulit dari terkena kanker ini.[3]
2. Menyeret Pelakunya Semakin Jauh dari Syariat dan Akhlak
Ini merupakan keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, karena mengumbar aurat merupakan dorongan dan tuntutan hawa nafsu, semakin dituruti ia akan semakin menuntut lebih dari sebelumnya. Berawal dari suka memamerkan wajah, lalu rambut, lalu leher, lalu pundak dan seterusnya, hingga akhirnya orang tersebut akan menanggalkan syariat dan akhlaknya, bersamaan dengan ditanggalkannya pakaiannya.
3. Hilangnya Rasa Malu dari Pengumbar Aurat
Setiap orang yang mengumbar aurat, awalnya pasti dia merasa malu -secara fitrah-. Namun karena dorongan hawa nafsu yang lebih kuat, ia abaikan rasa malu tersebut. Lalu lambat laun rasa malu itu akan melemah dan terus melemah, sampai akhirnya hilang sama sekali. Jika rasa malu sudah sirna, bahkan bisa jadi rasa malu itu berubah menjadi rasa bangga dengan pebuatannya yang memamerkan aurat, iyâdzan billâh. Sungguh sirnanya rasa malu merupakan kerugian yang sangat besar, karena rasa malu merupakan kebaikan yang agung dan bagian dari keimanan, sebagaimana sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
Malu itu semuanya baik[4]
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan[5]
وَالحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Dan rasa malu merupakan cabang dari iman[6]
4. Orang yang Mengumbar Auratnya Akan Selalu Diperbudak oleh Nafsunya
Karena dengan mengumbar auratnya, ia akan terpaksa harus melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak perlu ia lakukan, seperti: memberikan perlindungan ekstra untuk kulitnya dari sengatan sinar UV matahari, memberikan perawatan khusus agar kulitnya terlihat putih bercahaya, mengikuti mode gaya barat mulai dari rambut hingga bawah kakinya, dan melakukan segala usaha agar ia dikatakan menarik dan mempesona. Ini semua disamping merugikan dari sisi finansial, juga mendatangkan banyak bahaya dan dosa.
Ironis memang keadaan mereka, merasa berat dan enggan menjadi hamba Allâh padahal Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kenikmatan yang sangat banyak kepadanya. Namun mereka malah bersusah-payah menjadikan dirinya sebagai budak setan dan hawa nafsunya. Inilah sebabnya mengapa wanita yang mengumbar auratnya terkesan murahan dan rendahan. Mereka mengira dihormati padahal direndahkan. Lihatlah, bagaimana mereka disandingkan dengan barang dagangan, atau sebagai penghiasnya, atau penglarisnya! Karena memang ketika itu ia menjadi budak setan dan nafsunya, serta enggan menjadi hamba Allâh Yang Maha Mulia.
5. Melalaikannya dari Pekerjaan Rumahnya.
Dampak ini berlaku terutama bagi kaum wanita yang memang seharusnya banyak menyibukkan dirinya di rumahnya, sebagaimana firman-Nya :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Menetaplah di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj[7] (berdandan) ala wanita-wanita jahiliyah dahulu. [al-Ahzâb/33:33]
Jika perintah dalam ayat ini ditujukan kepada para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal ketakwaan dan keshalehan mereka sangat tinggi, maka tentunya wanita-wanita yang derajatnya di bawah mereka lebih pantas mendapatkan perintah ini.
Ayat ini juga mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat antara ‘berdandan ala jahiliyah’ dengan seringnya wanita keluar rumah, karena tidaklah ia berdandan ala jahiliyah kecuali karena ingin mendapat perhatian orang lain, dan perhatian tidak akan ia dapatkan kecuali dengan keluar rumah. Dan bila wanita sering keluar rumah, tentunya banyak pekerjaan rumahnya yang akan terbengkalai, sehingga kehidupan rumah tangga tidak berjalan seimbang sebagaimana mestinya.
6. Lebih Mementingkan Berhias di Depan Orang lain, Daripada Berhias Untuk Suaminya
Efek buruk ini berlaku khusus bagi kaum wanita yang bersuami. Seorang wanita tidak mungkin berhias sepanjang waktu, karena jika ia harus sepanjang waktu, tentu hal itu akan sangat melelahkannya dan memakan waktu yang tidak sedikit. Sehingga hanya ada dua pilihan baginya yaitu antara berdandan saat keluar rumah atau berdandan untuk suaminya saat di rumahnya. Pilihan pertama tidak mungkin ditinggalkan karena itu menurutnya akan memalukan atau menjadikannya kurang menarik di mata orang lain.
Berbeda bila ia tidak mengumbar auratnya, ia akan memilih pilihan kedua, karena ia tahu bahwa kecantikannya adalah hak istimewa suaminya, dan ia tetap nyaman keluar rumah tanpa dandan ala jahiliyah, karena baju dan hijabnya menutupi bagian tubuh yang harus ditutupinya.
7. Menjadikan Manusia Tersibukkan oleh Syahwat Farjinya
Ini merupakan dampak yang paling terlihat dan terasa di zaman ini, bahkan di masyarakat Muslim sekalipun. Ketika tindakan mengumbar aurat telah merajalela di tengah-tengah mereka, maka hal itu akan berdampak langsung pada tersibukkannya mereka oleh nafsu syahwatnya.
Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri dan tidak terbatas pada usia remaja saja, tapi juga terjadi pada mereka yang sudah berumur, tidak juga terbatas pada mereka yang berduit dan berpangkat tinggi. Beberapa kali kita mendengar berita seorang bapak miskin menggauli putrinya, atau kakek melarat menggauli cucunya, atau seorang suami membunuh selingkuhannya karena takut tercium tindakan busuknya. Sungguh ini merupakan kemerosotan akhlak dan moral yang luar biasa.
Kemerosotan moral ini juga akan berpengaruh buruk pada keamanan masyarakat. Coba kita bayangkan, apa yang akan terjadi bila pihak keluarga korban akhirnya main hakim sendiri ?! Bayangkan pula bagaimana kekhawatiran masyarakat terhadap kehormatan putri-putrinya, bukankah ini akan menggerus rasa aman dari hati para orang tua ?!
8. Turunnya Mutu Pendidikan
Sekarang ini, di banyak daerah dalam negeri kita, pemuda dan pemudi merasa malu dan rendah diri bila belum atau tidak memiliki pacar. Yang mereka pikirkan setiap hari, bagaimana menarik perhatian lawan jenisnya, bagaimana menyenangkan pasangannya, bagaimana agar hubungan haram itu selalu teguh dan seterusnya. Begitulah setan menjadikan mereka tertawan oleh nafsu syahwatnya, sehingga mereka rela mengorbankan apapun yang dimilikinya, bahkan meski harus mengorbankan kehormatannya ! Semoga Allâh melindungi kita dan keluarga kita dari kekejian dan kehinaan ini.
Sungguh keadaan ini, sangat mempengaruhi mutu pendidikan pemuda-pemudi itu, yang seharusnya mereka mengerahkan pikirannya untuk fokus pada pelajaran sekolah, malah terarahkan kepada sesuatu yang keji dan hina. Oleh karena itulah, terbukti sekolah yang memisahkan antara siswa lelaki dan perempuan lebih berhasil dari sisi pendidikan, daripada sekolah yang tidak memisahkan antara keduanya.
9. Bahaya Mengumbar Aurat Terhadap Pernikahan
Mewabahnya budaya ‘obral aurat’ juga berdampak buruk pada pernikahan. Mereka yang belum menikah akan merasa enggan menikah, karena telah mendapatkan tempat menyalurkan syahwatnya dengan mudah, bisa berganti-ganti pasangan, dan tanpa harus memikul tanggung jawab setelahnya.
Adapun mereka yang sudah menikah, maka budaya ‘obral aurat’ itu akan sangat mengganggu dan merapuhkan ikatan suci pernikahannya. Sang suami akan mudah tergoda dengan wanita lain yang lebih cantik dan muda, begitu pula sang isteri akan berpikiran sama dengan suaminya, sehingga akan berakhir dengan rusaknya rumah tangga.
Inilah rahasia utama mengapa semakin tinggi volume ‘umbar aurat’ di suatu negara, maka semakin rendah volume pernikahannya. Dan semakin tinggi volume ‘obral aurat’ dari wanita yang bersuami, maka semakin tinggi pula kasus perceraiannya, sebagaimana hal tersebut nampak jelas pada kehidupan para artis dan penyanyi.
Dan hal ini juga akan berdampak pada lambat atau bahkan minusnya pertumbuhan penduduk, karena akan banyak terjadi kasus aborsi yang tidak diinginkan kehadirannya akibat perzinaan, dan sudah sangat maklum biasanya seseorang tidak menginginkan anak dari perbuatan zinanya.
10. Bahaya Pamer Aurat yang Diterangkan Dalam Nash-nash Syariat
Sungguh sangat banyak ancaman bagi para pengumbar aurat dalam al-Qur’ân dan Sunnah, diantaranya:
- Pengumbar aurat akan mendapatkan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat, karena mereka menjadi sebab utama tersebarnya perbuatan keji zina. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat.[8] [an-Nûr/24:19]
- Pengumbar aurat tidak masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya surga, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, (yang pertama): Kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukuli orang-orang. Dan (yang kedua): Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menggoda dan jalannya berlenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Para wanita itu tidak masuk surga, bahkan tidak mencium wanginya surga padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” [9]
- Mengumbar aurat termasuk perbuatan yang mendatangkan laknat, dan itu termasuk ciri dosa besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
سَيَكُونُ آخِرُ أُمَّتِي نِسَاءً كَاسِيَاتٍ عَارِيَاتٍ عَلَى رُؤُسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ، الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ
Akan ada di akhir umatku, para wanita yang berpakaian tapi telanjang, di kepala mereka ada seperti punuk unta, laknatlah mereka karena mereka itu terlaknat! [10]
- Mengumbar aurat merupakan tindakan pamer maksiat, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ
Seluruh umatku diampuni (dosanya), kecuali mereka yang pamer dalam melakukannya.[11]
Dan bila maksiat itu tidak diingkari, ia akan mendatangkan adzab bagi seluruh masyarakatnya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوْهُ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ
Sungguh bila manusia melihat kemungkaran, tapi mereka tidak berusaha mengubahnya, maka Allâh akan menurunkan hukuman bagi mereka semuanya. [12]
Sungguh banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat mengumbar aurat ini, harusnya menjadikan kita semakin waspada darinya dan menjauhinya. Seyogyanya, ini juga semakin memompa semangat kita dalam mengingatkan orang lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan nista tersebut, atau agar tidak mengulanginya. Jika mereka menerima, maka itulah yang kita harapkan, namun jika nasehat kita tidak didengar, maka paling tidak kewajiban ‘nahi mungkar’ kita telah gugur, sehingga kita akan selamat dari azab-Nya dan mendapatkan pahalaNya.
Jika Terjadi Pelecehan, Siapa yang Bertanggung Jawab, dan Bagaimana Penyelesaiannya?
Bila tindakan mengumbar aurat telah mewabah di sebuah masyarakat, tentu pelecehan seksual juga akan semakin meningkat, lalu bila hal itu terjadi –wal iyâdzu billah-, maka siapakah yang bertanggung jawab ?
Resiko terbesar tentu ditanggung oleh si korban pelecehan, karena dengan terjadinya ‘kecelakan’ itu ia telah kehilangan kehormatannya; Ia harus menanggung malu seumur hidupnya, dan akan mempersulit jalannya mendapatkan suami. Begitu pula keluarga korban, mereka akan merasa malu, dan masyarakat akan menganggap mereka tidak mampu menjaga kehormatan putrinya.
Resiko juga ditanggung oleh pelaku pelecehan, ia akan dicap sebagai orang yang fasik, amoral, dan bobrok imannya. Sedang keluarganya, akan dicap oleh masyarakat sebagai keluarga yang gagal dalam mendidik anaknya, dan mungkin cap buruk tersebut akan menempel terus hingga turun temurun.
Lalu Siapakah yang Menanggung Dosanya ?
Tentunya si pelaku pelecehan adalah orang yang paling banyak menanggung dosanya, karena dialah sumber utama malapetaka tersebut. Adapun korban pelecehan; bila sebelumnya ia telah berusaha menjaga auratnya dan berhati-hati, maka ia tidak menanggung dosa apapun di sisi Allâh Azza wa Jalla, karena ia murni sebagai hamba yang terzhalimi. Namun bila sebelumnya si korban mengumbar auratnya atau bahkan menggoda si pelaku pelecehan, maka si korban juga menanggung dosa telah membuka pintu keburukan terhadap dirinya.
Bagaimana Penyelesaiannya ?
Bila pihak keluarga korban, mengangkat kasus tersebut ke meja hijau, maka penyelesaian ada di pengadilan tersebut. Namun bila pihak keluarga korban menginginkan agar kecelakaan tersebut ditutupi -karena ada unsur suka sama suka misalnya-, maka hendaklah masing-masing dari pelaku dan korban berusaha menutupi keburukan tersebut, dan bertaubat dengan taubat yang sebenarnya, karena “orang yang bertaubat itu seperti orang yang tidak ada dosa padanya“,[13] sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Wallâhu ta’ala a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Lihat Tafsir Thabari (12/391), Tafsir al-Baghawi (3/225), dan Tafsir Ibnu Katsîr (3/405)
[2] HR. al-Hâkim (3/222), dan kandungan maknanya dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilatu al-Ahâdîtsus Shahîhah (4/281-282).
[3] Lihat Majalah al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah, tahun kelima, edisi pertama, hlm. 47
[4] HR. Muslim (Shahîh Muslim, hadits no: 60).
[5] HR. al-Bukhâri dan Muslim. (Shahîh al-Bukhâri, hadits no: 6117, dan Shahîh Muslim, hadits no: 60)
[6] HR. al-Bukhâri dan Muslim. (Shahîh al-Bukhâri, hadits no: 9, dan Shahîh Muslim, hadits no: 57)
[7] Al-Mubarrad mengatakan, “Yang dimaksud dengan kata ‘tabarruj’ adalah bila seorang wanita memperlihatkan bagian tubuh yang ia diperintah untuk menutupinya”. (Tafsir Assam’ani 4/279-280)
[8] Lihat Tafsir at-Thabari (19/133).
[9] HR. Imam Muslim, hadits, no. 2128.
[10] HR. at-Thabrani dalam kitabnya al-Mujam ash-Shaghîr, hadits no: 1125, dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam kitab ats-Tsamarul Mustathab (1/317).
[11] HR. al-Bukhâri, hadits no. 6069.
[12] HR. Ahmad dalam kitabnya al-Musnad, hadits no. 1
[13] Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’, hadits no: 3008.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/47843-bahaya-mengumbar-aurat-2.html